Ternyata kebutuhan akan vanili tetap tinggi. Beberapa industri pengolahan cokelat, kue dan parfume bergantung pada bahan baku komoditas rempah tersebut. Hanya saja mengapa kondisi tersebut tidak tergambar pada pasar Indonesia yang harga terjun payung sejak awal tahun ini?
Tentu ada beberapa faktor yang membuat harga vanili tidak menarik. Pertama, karena mahalnya harga logistik serta jauhnya jarak dari Indonesia ke negara Eropa yang merupakan penggunaan utama bahan pewangi makanan tersebut, sehingga lebih memilih dari Afrika. Hanya saja potensi pembelian vanili untuk negara lain masih cukup tinggi, seperti Amerika Serikat, Jepang, Korea atau juga Eropa Timur.
Baca Juga: Fasilitasi Kemitraan dengan Petani
Kedua, faktor yang menjadi momok bagi vanili Indonesia adalah kualitas. Akan tidak mudah mencari vanili dengan mutu yang konsisten dari penyedia di Indonesia. Pasal sebagian besar tata niaganya dikuasai oleh broker yang tidak fokus pada perdagangan vanili. Tidak jarang barang yang dipasarkan bercampur dengan benda-benda asing demi mendapatkan bobot lebih. Sehingga pembeli enggan membeli langsung dari Indonesia dan memilih memperoleh dari negara ketiga Singapura. Sementara saat ini ada tuntutan dari perusahaan pengolah vanili untuk terhubung dengan petani, sementara melalui broker petani penyedia biasanya berganti-ganti sehingga tidak jelas.
Jadi mengatasi hal tersebut maka sudah saat ini dibangun badan hukum petani vanili dalam bentuk koperasi yang mengolah vanili basah dari anggotanya. Kelembagaan ini nantinya bermitra dengan perusahaan yang mempelajari soal tata niaga vanili, memfasilitasi petani untuk mendapatkan berbagai sertifikasi mutu seperti FDA, HACCP, SNI atau organik. Serta mendampingi petani untuk bisa mengembangkan sistem traceability.
- Details
- Hits: 483
Page 8 of 126