Saat ini demam vanili tengah menjangkiti Indonesia. Sayangnya karena kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah pengembangan tanaman emas hijau tersebut masih mengikuti pola penanaman yang sama dengan puluhan tahun lalu.

Menurut Endang Hadipoentyanti, pakar vanili dari Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (BALITTRO), saat ini Indonesia menjadi salah produsen vanili terbesar setelah Madagaskar. Hanya saja banyak negara yang telah mengembangkan tanaman rempah tersebut secara modern.

“Negara lain sudah mengembangkan vanili dengan memanfaatkan teknologi terbarunya. Vanili ditanam dengan cara modern di green house yang sudah diatur lingkungannya seperti cahaya, suhu, dan kelembapan. Sementara di Indonesia vanili yang petani kembangkan masih konvensional. Demikian dengan pasca panen dan pengolahan dilakukan dengan cermat untuk mendapatkan produk berkualitas tinggi”, ungkap Endang.

Kalo vanili bisa dikembangkan seperti  itu di luar negeri, termasuk di wilayah sub tropis seperti Australia atau Taiwan, maka hancurlah vanili Indonesia, karena pasar dunia akhirnya bisa ditembus negara lain yang mampu memproduksi vanili dengan mutu yang lebih baik.

“Jika pemerintah tidak serius memperhatikan vanili Indonesia. Sementara petani tidak menjaga kualitas dengan melakukan panen cukup umur dan pengolahan pasca panen atau fermentasi  yang tepat, masa keemasan vanili Indonesia akan hilang”, jelas pemulia vanili tersebut.

Ia juga mengingatkan agar pemerintah dapat memastikan benih Vanili Indonesia yang merupakan plasma nutfahnya jangan sampai keluar dari Indonesia. Pasalnya dikhawatirkan karena dianggap bukan komoditas unggulan sehingga bahan tanam vanili dengan mudah berpindah ke negara lain.

Add comment


Security code
Refresh