Saat ini tengah terjadi demam vanili. Dimana banyak orang yang mencoba peruntungan dengan menanam vanili. Hanya pengembangan yang terjadi secara serampangan saat ini, berpotensi menjadikan vanili Indonesia kembali terpuruk.
Berdasarkan pengamatan Vanili Indonesia, minat masyarakat menanam vanili, tidak disertai pengembangan pola kemitraan. Pemerintah seolah lepas tangan dan para spekulan nakal berkeliaran bebas melakukan pembelian buah muda atau tanpa memperhatikan mutu. Sementara petani menanam vanili tanpa bekal memadai tanpa mengetahui dimana harus mendapatkan benih bermutu dan bagaimana melakukan pemeliharaan serta pengolahan hasil.
Agar pengembangan vanili terarah maka perlu dilakukan perencanaan dan pemetaan oleh pemerintah. Sehingga dapat ditentukan kawasan yang layak dijadikan sentra pengembangan. Kemudian pemerintah hadir dalam bentuk pendampingan dan pembinaan. Selain itu para petani dapat diarahkan untuk memasarkan vanilinya melalui hubungan kemitraan bukan dengan sistem jual putus yang mana pemerintah hadir selaku pengawas.
Pola yang ideal adalah terbangunnya kerjasama jangka panjang antara petani dengan buyer. Dimana petani menyiapkan bahan baku terbaik sesuai kebutuhan buyer. Sementara buyer melakukan pembinaan dan pembelian dengan harga menarik. Sementara pemerintah hadir membantu menyediakan sarana pendukung dan pembinaan.
Jadi langkah awalnya, pemerintah melakukan pemetaan potensi vanili. Lalu membuat masterplan penguatan dan pengembangan. Setelah terbangun pemerintah dapat memfasilitasi petani untuk bermitra dengan buyer potensial, yang mana kerjasama tersebut tertuang dalam MoU. Dan dalam kesepakatan tersebut pemerintah turut mendatangani sebagai pihak yang mengetahui.
Dalam konteks kerjasama pemerintah juga wajib menjaminan keamanan. Di dalam pengembangan suatu kawasan kehadiran POLRI maupun TNI perlu dilibatkan. Sehingga, ketika terjadi relasi tripartite antara pemerintah, petani dan swasta maka pengembangan perkebunan vanili akan berkelanjutan.
