Ekstrak vanili yang alami merupakan flavor agent paling mahal serta terpopuler di perindustrian dunia. Indonesia sendiri menjadi negara pengekspor sekitar setengah dari kebutuhan vanilla di dunia. Namun sayangnya kualitas aroma dan flavor vanilla dari Indonesia kurang disukai dibanding Bourbon, maka tak heran jika harganya setengah dari vanila Malagasy.

Hal tersebut disebabkan oleh panen yang belum matang setelah proses curing tidak sempurna. Selain itu kualitas flavor vanilla dari Indonesia yang dianggap rendah diduga terjadi karena tidak semua senyawa glikosida terhidrolisis menjadi aglikon, disebabkan rendahnya aktivitas enzim -Glukosidase.

Terdapat sebuah penelitian yang dilakukan oleh Teknologi Industri Pertanian, Fateta-IPB untuk mempelajari kemampuan enzim glukosidase serta kadar yang yang digunakan untuk vanilin selama proses curing. Penelitian ini dapat dijadikan dasar untuk menentukan kondisi optimum yang dibutuhkan agar flavor vanilla cured berkualitas lebih baik.

Hasilnya diketahui bahwa peran aktivitas enzim -Glukosidase pada pembentukan flavor vanilla adalah untuk menghidrolisis senyawa glikosida selama proses curing. Diketahui aktivitas enzim yang lebih tinggi pada metode pemanasan dan kualitas vanilla cured lebih baik. Selama proses curing, aktivitas enzim -Glukosidase pada ampas lebih tinggi dibanding enzim yang terlarut. Penambahan deterjen pada saat ekstraksi meningkatkan aktivitas total ekstrak enzim -Glukosidase, namun tidak mempengaruhi aktivitas spesifik.

Source:
http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/5954

Add comment


Security code
Refresh