Saat ini banyak masyarakat yang berlomba-lomba menanam vanili, dampak dari harganya yang menarik. Namun tidak banyak pekebun vanili yang memahami prospek pengembangan vanili dengan tepat.
Pertama. harus dipahami jika pasar vanili sesungguhnya sangat terbatas. Berbeda dengan kakao atau kopi yang pasarnya tumbuh setiap tahunnya. Sementara vanili umumnya digunakan untuk produk makanan mewah, sementara produk-produk massal atau berbiaya murah menggunakan vanili sintetik atau subsitusi vanili.
Kedua, melonjaknya harga vanili tidak lepas dari belum pulihnya produksi vanili Madagaskar yang merupakan produsen vanili terbesar di dunia dampak badai yang merusaknya hampir sebagian besar vanili di negara tersebut. Sehingga ketika produksi kembali normal maka harga vanili dunia akan kembali stabil.
Ketiga, terjadi penanaman secara besar-besaran yang dimulai sejak 3 sd 2 tahun yang lalu. Kemungkinkan akan menciptakan ledakan produksi di Indonesia tahun ini atau tahun 2021 mendatang. Jika kondisi ini dikombinasikan dengan praktek-praktek panen muda dan perilaku trader yang mulai mengulangi modus penjualan vanili ditambah bahan-bahan berbahaya maka vanili Indonesia dapat kembali merosot.
Namun kondisi terburuk tersebut dapat dicegah dan investasi vanili dapat berkelanjutan jika pengembangan vanili beriringan dengan tumbuhnya industri ekstrak vanili. Sehingga Indonesia ke depan bisa menjadi pengekspor produk olahan dan bukan produk mentah. Harus terbangun kemitraan antara petani dengan industri ekstrak vanili yang sebaiknya adalah didorong pada UMKM.
Lalu sebisa mungkin ekstrat vanili tersebut digunakan di dalam negeri melalui adanya edukasi tentang makanan sehat tanpa penggunaan perisa sintetis. Sementara itu pemerintah harus mulai membatasi pengembangan vanili dan menata petani agar vanili yang dihasilkan adalah yang berkualitas.
Tanpa adanya upaya tersebut Indonesia akan mengalami masa suram seperti satu dekade yang lalu.