Selama 5 bulan terakhir Indonesia mengalami deflasi akibat terjadinya penurunan daya beli. Lalu dalam situasi seperti apa prospek usaha bidang perkebunan?
Dalam situasi ekonomi global yang tidak ada kepastian dan kondisi ekonomi lokal yang mengalami penurunan tentu saja berdampak pada usaha bidang perkebunan. Namun untuk komoditas yang terkait dengan kebutuhan pokok seperti kelapa sawit, kopi, kelapa dan tebu masih cukup prospek. Tercatat terdapat kenaikan harga pembelian tanda buah kelapa sawit segar (TBS) hingga Rp. 3000,-/kg, kelapa melonjak hingga Rp. 7000/butir, kopi untuk robusta saja sudah Rp. 70.000,-/kg.
Hanya saja laju investasi untuk perkebunan baru relatif rendah, kecuali atas dukungan dari pemerintah. Berbagai pihak yang ingin melakukan pengembangan relatif melakukan pengetatan penggunaan dana untuk menjaga bisnis utamanya tetap bisa survive, pasalnya berbagai bidang usaha seperti retail dll mengalami penurunan.
Lalu bagaimana dengan vanili. Beberapa komoditas mengalami kelesuan meskipun harga pembelian relatif tinggi. Saat ini sejumlah buyer masih bersedia membei di angka Rp 1.100.000/kg namun sejumlah petani mengeluhkan terbatasnya buyer. Hanya saja diperkirakan setelah krisis global berlalu kemungkinan akan terjadi lonjakan, pasca terjadi peningkatan kebutuhan produk tersier.
Oleh sebab itu saran terbaik untuk pekebun yang mengalami kesulitan pemasaran, sebaiknya bersabar, tetap rawat kebun. Ini saatnya serta belajar untuk melakukan pengolahan dan penyimpanan mengingat vanili cenderung akan meningkatkan kualitas semakin disimpan lama. Tidak ada salahnya pekebun vanili memanfaatkan digital marketing untuk meningkatkan akses pasar. Khususnya untuk memasarkan vanili kering ke perusahaan roti atau makanan olahan.
Bagi yang ingin melakukan penanaman vanili sebaiknya dapat diintegrasikan dengan penanaman tanaman pangan. Pasalnya dengan adanya program makan siang gratis akan meningkatkan kebutuhan akan makanan pokok beras, sayuran, dll.